wanita sederhana yang punya cinta sederhana

Tuesday, April 26, 2011

Langit Di Atas Ubun-Ubunku Merah Tembaga

Isi batok kepalaku meradang membakar seluruh aortaku
Menggeliat bak cacing terpanggang menggelepar bersatu dalam hitung waktu
Aku angkat pedang karena genderang perang telah kau tabuh disangsakala yang lindis ke malam
Aku tau mulutmu ciptaan Tuhan seperti halnya barisan kata yang derapnya seperti kaki-kaki serdadu yang tegas

Sudah sejak senja tadi emosi terbakar tak jera sibakan misteri
Dan lampu-lampu dipinggiran jalan mengerdip menyapa meski engkau terbang mencari kedamaian malam
Usah kau cari karna segalanya akan menjadi abadi di hati seperti bumi yang kita pijak ini
Bumipun tlah lama berkata biarlah sirmata menggenang pada garis waktu meski harap tetap mencari batas waktu

Segala serapah tak lagi tertegun
 Pintu kesejatian telah tertutup 
Tak akan jendela lebih lebar dari pintu-pintu 
Dan harum melati tidak akan menembus waktu mesti kalender tanggal di pucuk-pucuk hari sunyi para Rahib

Matahari telah membakar belukar, geram marah bersatu larikan musim 
Betapa meninggi suara itu 
Di hati landai terdengar jua 
kemana sang sabar akan pergi 
Sedangkan langit di atas ubun-ubunku mulai merah tembaga 
Sanggupkah aku memandang kanvas sejuta lukis terbentang?





Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Langit Di Atas Ubun-Ubunku Merah Tembaga

0 komentar:

Post a Comment