Isi batok kepalaku meradang membakar seluruh aortaku
Menggeliat bak cacing terpanggang menggelepar bersatu dalam hitung waktu
Aku angkat pedang karena genderang perang telah kau tabuh disangsakala yang lindis ke malam
Menggeliat bak cacing terpanggang menggelepar bersatu dalam hitung waktu
Aku angkat pedang karena genderang perang telah kau tabuh disangsakala yang lindis ke malam
Aku tau mulutmu ciptaan Tuhan seperti halnya barisan kata yang derapnya seperti kaki-kaki serdadu yang tegas
Sudah sejak senja tadi emosi terbakar tak jera sibakan misteri
Dan lampu-lampu dipinggiran jalan mengerdip menyapa meski engkau terbang mencari kedamaian malam
Usah kau cari karna segalanya akan menjadi abadi di hati seperti bumi yang kita pijak ini
Usah kau cari karna segalanya akan menjadi abadi di hati seperti bumi yang kita pijak ini
Bumipun tlah lama berkata biarlah sirmata menggenang pada garis waktu meski harap tetap mencari batas waktu
Segala serapah tak lagi tertegun
Pintu kesejatian telah tertutup
Tak akan jendela lebih lebar dari pintu-pintu
Dan harum melati tidak akan menembus waktu mesti kalender tanggal di pucuk-pucuk hari sunyi para Rahib
Matahari telah membakar belukar, geram marah bersatu larikan musim
Betapa meninggi suara itu
Di hati landai terdengar jua
kemana sang sabar akan pergi
Sedangkan langit di atas ubun-ubunku mulai merah tembaga
Sanggupkah aku memandang kanvas sejuta lukis terbentang?
0 komentar:
Post a Comment