Ku peras jantungku mengkerut
Seakan ingin tiada denyut berderit
Ku remas hatiku kerucut
Seakan ingin hentikan cipta pahit empedu
Ku cengkram pembungkus nalarku
Seakan ingin hilangkan imanen yang selungkup raga rapuh
Altar makin basah memerah
Garis pemijakan tak lagi tertatah indah
Genderang di palu untuk menutup seribu indera
Untuk membuat buta dan tuli
Untuk membuat bisu dan lumpuh
Dengan sendi yang rekah dan terburai
Desis kepedihan membura
Selisip gendang faring tinggal nanah
Niraksara …….
Tiada makna tereja
Tiada suara terhantar di dua belah pendengaran
Mati dalam tidak mati
Secercah bias samar menerjang mata buta tidak buta
Seperti jejemari kasar hitam legam
Merenggutku untuk duduk di altar basah merah
Menepuk bahuku remuk patah
Dua tepukan...kejut aku dalam sentakan
Bergegar dalam patahan sendi lepas satu-satu
Paksa aku untuk teriakkan serpihan lara
Lolonganku seperti desis.......
„AKU BERSYAHADAT PADA NURANI“
KETULUSANKU ADALAH SAFINATUNAJAH
Mengapa?...
Mengapa ujaranku seperti jelaga yang menangkup safsaf??
Tertangkap dibenakmu
Wahai naluri bertangkai perak
Seribu pohon patah ranting
Jatuhkan daun kering didada rapuhku
Dan telunjukku....
Menjumput keringnya dalam rapuh yang sama
Dalam tak mungkin
Untuk ku hijaukan kembali
Atau
Ku basuh menjadi safa
Aku hanya menatanya
Dari keterserakan balut raga
Wahai naluri bertangkai perak
Semampang malam masih dalam suara santun
Kidung murai serindai pagi
Serimala masih sudi meraut karang menjadi arca
Penyadap nira bergiat memasang sigai pada batang-batang enau
Izinkan aku tetap disini
Terbaring di atas altar basah memerah
Nikmati dingin merasuk sumsum
Walau dalam mati tidak mati
Seakan ingin tiada denyut berderit
Ku remas hatiku kerucut
Seakan ingin hentikan cipta pahit empedu
Ku cengkram pembungkus nalarku
Seakan ingin hilangkan imanen yang selungkup raga rapuh
Altar makin basah memerah
Garis pemijakan tak lagi tertatah indah
Genderang di palu untuk menutup seribu indera
Untuk membuat buta dan tuli
Untuk membuat bisu dan lumpuh
Dengan sendi yang rekah dan terburai
Desis kepedihan membura
Selisip gendang faring tinggal nanah
Niraksara …….
Tiada makna tereja
Tiada suara terhantar di dua belah pendengaran
Mati dalam tidak mati
Secercah bias samar menerjang mata buta tidak buta
Seperti jejemari kasar hitam legam
Merenggutku untuk duduk di altar basah merah
Menepuk bahuku remuk patah
Dua tepukan...kejut aku dalam sentakan
Bergegar dalam patahan sendi lepas satu-satu
Paksa aku untuk teriakkan serpihan lara
Lolonganku seperti desis.......
„AKU BERSYAHADAT PADA NURANI“
KETULUSANKU ADALAH SAFINATUNAJAH
Mengapa?...
Mengapa ujaranku seperti jelaga yang menangkup safsaf??
Tertangkap dibenakmu
Wahai naluri bertangkai perak
Seribu pohon patah ranting
Jatuhkan daun kering didada rapuhku
Dan telunjukku....
Menjumput keringnya dalam rapuh yang sama
Dalam tak mungkin
Untuk ku hijaukan kembali
Atau
Ku basuh menjadi safa
Aku hanya menatanya
Dari keterserakan balut raga
Wahai naluri bertangkai perak
Semampang malam masih dalam suara santun
Kidung murai serindai pagi
Serimala masih sudi meraut karang menjadi arca
Penyadap nira bergiat memasang sigai pada batang-batang enau
Izinkan aku tetap disini
Terbaring di atas altar basah memerah
Nikmati dingin merasuk sumsum
Walau dalam mati tidak mati
0 komentar:
Post a Comment